Minggu, 29 Mei 2011
Sensasi Menarik di Bus
Bisingnya jalanan Indralaya-Palembang yang akhir-akhir ini suka macet total tidak membuatku bosan untuk menempuhnya dengan jasa sebuah bus, kendaraan favorit ku. Ya, aku paling suka naik bus, soalnya ga ada lagi kendaran lain sih, hehe bukan ding, soalnya aku biasa menemukan sensasi seru dalam sebuah bus, banyak orang-orang berbeda yang kujumpai yang terkadang bikin aku tersenyum sendiri (rada gak jelas gitu, tapi saya ga gila, beneran! Haha) banyak hal yang bisa ku pelajari, dan kemudian membawanya ke rumah untuk menggodoknya hingga mateng dan bisa dimakan (lho). Well, termasuk cerita hari itu. Yang bikin diri ini sadar (biasanya koma) kalau ternyata hidup ini memang menarik, ya menarik sekali untuk diperjuangkan, tentu saja dengan cara-cara yang elegan, dengan cara-cara yang Dia suka dan bukan cara-cara yang tidak disukai-Nya (halah ngomong apa ini).
Hari itu bersama seorang sahabat, aku duduk (sok manis) di sebelah seorang wanita sebayaku dan menyunggingkan sedikit senyum, hadiah buatnya karena telah mempersilakan duduk (saya-nya, sok ramah gitu). Tidak perlu menunggu lama karena memang bus ini sudah terisi penuh oleh penumpang, bus pun melaju dengan kecepatan konstan (mungkin, soalnya datar sih rasanya), alhamdulillah ga macet, beruntung sekali. Belum lama tancap gas, tiba-tiba seorang pemuda jangkung dengan rambut yang sedikit acak-acakan karena agak panjang, naik bus yang sedang aku tumpangi dengan membawa sebuah gitar ditangan kurusnya. Setelah basa basi kepada kami (para penumpang dan pak sopir) diapun mulai memetik alat musik yang dipegangnya, aku pandangi alat musik itu dan melihat jarinya yang menari indah dengan lihainya, sambil berharap ada lagu SO7 yang dinyanyikan atau lagu Edcoustic (haha mimpi). Benar sekali hampir tidak pernah aku mendengar lagu yang kuharapkan keluar dari mulut para musisi jalan itu (request nih, request yg ga penting banget). Setelah puas menyanyikan dua buah lagu dengan suaranya yang lumayan, pemuda itupun mengeluarkan sesuatu dibalik kantong celananya, dan berharap ada hati yang tergerak untuk berbagi rezeki dengannya. Setelah dirasa cukup diapun keluar bus dan berucap terima kasih kepada kondektur bus.
Tidak berapa lama setelah turunnya pemuda pembawa gitar pertama tadi, seorang pemuda lain dengan gaya yang sama naik ke dalam bus ini, bedanya penampilan pemuda yang satu ini agak lebih rapi dari yang pertama, sepertinya dia seorang siswa SMA. Dengan cara yang sama, dan kata-kata yang hampir persis, diapun memulai aksinya. Setelah aksinya selesai, aku membelalakan mata saat dia dengan gigihnya tetap berada di samping seorang penumpang agar hati sang penumpang itu tergerak untuk membagi rezekinya, dan ternyata begitu seterusnya. Sehingga hampir seisi bus itu membagi rezekinya. Setibanya di kursiku, wanita di sampingku dengan rada kesal berkata “ga ada, beneran ga ada" ujarnya dengan aksen Jakarta yg kental sambil merogoh isi tas. Pemuda itu tidak putus asa tetap saja dia berdiri di samping kiriku sambil memandang seorang wanita di samping kananku yang sedang sibuk merogoh isi tasnya. Oh my God, pemaksaan ni namanya. Dan beruntung wanita di sampingku menemukan sesuatu, selembar uang ribuan dan memberikannya pada pemuda itu. Setelah mengucapkan terimakasih dia pun beranjak ke bangku panjang yang berada di barisan paling belakang bus, dengan ekor mataku, aku memperhatikan aksinya, seorang ibu muda yang terpaksa bangun karena ulah sang pemuda itu, gelagapan.
“eh, kenapa?” ujar si ibu.
“permisi mbak” kata si pemuda. Tanpa banyak tanya, dengan melihat penampilannya yang bawa gitar dan sebagainya, tentu ibu itu langsung tahu, ibu itupun segera merogoh isi tas yang sedari tadi dipegangnya dan memberikan beberapa lembar uang ribuan. Aku melirik sahabatku yang berada tepat disamping ibu muda tadi, sedang menahan tawanya (walaupun ga lucu sih, jadi lucu karena baru kali ini melihat hal aneh itu).
Setelah turun dari bus, aku tak bisa menahan tawa lagi, kamipun terkekeh bersama. Ah, sebenarnya bukan menertawakan pemuda itu, lebih tepatnya menertawakan hidup ini, menertawakan kenyataan. Tentu saja, hidup, yang membuat pemuda itu bersikap seperti itu. Ya, hidup ini memang butuh perjuangan, tapi bukan berarti kita bebas berjuang, gigih, dengan MERESAHKAN orang lain. Ada etika dalam berjuang (ceille). Udah ah. :)
(pikiranku melayang ke beberapa bulan yang lalu, saat aku terpana dengan sopannya musisi jalanan di kota itu, ya kota sejuk yang sangat ingin kujadikan domisiliku)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan yang mau ninggalin jejak!